Cerita Rakyat Padang Guci #Cerita Daerah #Cerita Rakyat #Hikayat #Padang Gucci
Dahulu kala, suku Rejang mendiami wilayah selatan Provinsi
Bengkulu atau lebih tepatnya wilayah Padang Guci saat ini. Suatu ketika, datanglah nenek moyang suku Pasemah yaitu
Puyang Serunting Sakti dan Puyang Raye Tabing yang merupakan suami dari sepupu Serunting sakti sendiri. Mereka lalu menemui masyarakat
suku Rejang.
“Ini tanah kami. Silakan kalian pergi dari sini!” ungkap keduanya.
“Oh, tidak! Ini tanah kami,” ungkap warga suku Rejang.
Tak
lama mereka pun berpisah. Serunting sakti dan Raye Tabing pun berusaha memutar
otak. Sampai pada akhirnya mereka menemukan sebuah ide. Mereka kemudian diam-diam mengubur guci di Padang Kapung (salah satu tempat yang ada di
desa Padang Leban). Tak lama keduanya mengambil sebuah tongkat bambu. Diisinya bambu tersebut dengan tanah dan air. Mereka lalu kembali
menemui suku Rejang.
“Kami
bersumpah atas nama Tuhan bahwa tanah dan air ini adalah benar-benar milik
kami,” ungkap mereka, seraya menghentak-hentakkan tongkat bambu.
“Kalian
yang salah! Ini adalah benar-benar tanah kami!” ungkap suku Rejang.
“Oh, tidak! Kalau kalian tidak percaya, lihat saja di Padang Kapung. Ada guci yang tertanam di dalamnya. Di sana juga terdapat sungai yang mengalir yang disebut Sungai Padang Guci.”
“Baiklah
mari kita buktikan!” ungkap suku Rejang.
Segera,
mereka bergegas
menuju
ke Padang
Kapung untuk memastikan kebenarannya. Rupanya, guci benar-benar ada dan berhasil mematahkan
klaim suku Rejang.
“Baiklah,
kami akan pergi
dari sini. Tapi ingat tujuh ganti sembilan bergilir kalau berani datanglah
ke tempat kami!” ungkap suku Rejang.
Setelah beberapa saat kepindahan suku
Rejang, nenek moyang masyarakat Padang Guci benar-benar datang menemui suku Rejang. Oleh karena itu, suku Rejang dan Padang Guci dahulunya tak pernah akur
seolah kucing dan anjing.
Akan tetapi persahabatan Puyang Serunting Sakti dan Puyang Raye Tabing tidak
berujung lama. Konon keduanya terpecah akibat hasutan dari Puyang Mulak. Karena adanya perselisihan itu, Puyang Raye Tabing memutuskan untuk
pergi ke Bukit Puguk dengan membawa satu
ekor ayam, satu ekor anjing, dan sebilah tongkat. Setibanya di sana, Puyang
Raye Tabing mengubah ayam menjadi
burung hijau, tongkat menjadi ular
hijau, dan anjing menjadi macan liar. Di sana
Puyang Raye Tabing bersumpah bahwa
keturunan Puyang Mulak tidak akan ada yang bisa pergi ke Bukit
Puguk, apabilah keturunan Puyang Mulak
tetap pergi kesana maka keturunanya
tersebut akan mati. Konon sumpah tersebut masih
dipercaya sampai saat ini.
Sumpah palsu??
ReplyDelete