Diksi



"DIKSI"

DISUSUN OLEH:
NAMA: UNGKI SATRO
NIM: 1416142354

JURUSAN: PERBANKAN SYARIAH
DAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI IAIN BENGKULU

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang 
Memang harus diakui, kecenderungan orang semakin mengesampingkan pentingnya  penggunaan bahasa,  terutama  dalam tata cara  pemilihan kata atau diksi. Terkadang kita pun tidak mengetahui pentingnya penguasaan bahasa Indonesia yang baik dan yang benar, sehingga ketika kita berbahasa, baik lisan maupun tulisan, sering  mengalami  kesalahan  dalam  penggunaan  kata, frasa, paragraf,  dan wacana. Diksi atau pilihan kata dalam praktik berbahasa sesungguhnya mempersoalkan kesanggupan sebuah kata dapat juga frasa atau kelompok kata untuk menimbulkan gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengarnya.
Dalam makalah ini, penulis berusaha menjelaskan mengenai diksi yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari baik dalam segi makna dan relasi, gaya bahasa, ungkapan idiomatic dan kamus sebagai acuan diksi.
Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan diksi?
Apa yang dimaksud dengan gaya bahasa?
Apa yang dimaksud dengan idiom dan ungkapan idiomatic? 
Mengapa kamus dapat dikatakan sebagai sumber diksi?
Tujuan
Apa yang dimaksud dengan diksi?
Apa yang dimaksud dengan gaya bahasa?
Apa yang dimaksud dengan idiom dan ungkapan idiomatic? 
Mengapa kamus dapat dikatakan sebagai sumber diksi?
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Diksi
Pilihan kata atau diksi pada dasarnya adalah hasil dari upaya memilih kata tertentu untuk dipakai dalam kalimat, alenia, atau wacana. Pemilihan kata dapat dilakukan bila tersedia sejumlah kata yang artinya hampir sama atau bermiripan. Pemilihan kata bukanlah sekedar memilih kata yang tepat, melainkan juga memilih kata yang cocok. Cocok dalam arti sesuai dengan konteks di mana kata itu berada, dan maknanya tidak bertentangan dengan yang nilai rasa masyarakat pemakainya. 
Kata yang tepat akan membantu seseorang mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin disampaikannya, baik lisan maupun tulisan. Disamping itu, pemilihan kata itu harus pula sesuai dengan situasi dengan situasi dan tempat penggunaan kata-kata itu. Pemilihan kata akan dapat dilakukan bila tersedia sejumlah kata yang artinya hampir sama atau bermiripan. Ketersediaan kata akan ada apabila seseorang mempunyai bendaharaan kata yang memadai, seakan-akan ia memiliki senarai (daftar) kata. Senarai kata itu dipilih satu kata yang paling tepat untuk mengungkapkan suatu pengertian. Tanpa menguasai sediaan kata yang cukup banyak, tidak mungkin seseorang dapat melakukan pemilihan atau seleksi kata.
Penggunaan ketepatan pilihan kata ini dipengaruhi oleh kemampuan pengguna bahasa yang terkait dengan kemampuan mengetahui, memahami, menguasai, dan menggunakan sejunlah kosakata secara aktif yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat sehingga mampu mengkomunikasikannya secara efektif kepada pembaca atau pendengarnya. Selain kata yang tepat, efektivitas, komunikasi menuntut persyaratan yang harus dipenuhi oleh pengguna bahasa, yaitu kemampuan memilih kata yang sesuai dengan tuntutan komunikasi. Selain ketepatan pilihan kata itu, pengguna bahasa harus pula memperhatikan kesesuaian kata agar tidak merusak makna, suasana, dan situasi yang hendak ditimbulkan, atau suasana yang sedang berlangsung. Syarat kesesuaian kata:
Menggunakan ragam baku dengan cermat dan tidak mencampuradukan penggunakannya dengan kata tidak baku yang hanya digunakan dalam pergaulan, misalnya: hakikat (baku), hakekat (tidak baku), konduite (baku), kondite (tidak baku).
Menggunakan kata yang berhubungan dengan nilai sosial dengan cermat, misalnya: kencing (kurang sopan), buang air kecil (lebih sopan), pelacur (kasar), tunasusila (lebih halus).
Menggunakan kata berpasangan (idiomatuik), dan berlawanan makna dengan cermat, misalnya: sesuai bagi (salah), sesuai dengan (benar), bukan hanya melainkan juga (benar), bukan hanya tetapi juga (salah), tidak hanya tetapi juga (benar).
Menggunakan kata dengan nuansa tertentu, misalnya: berjalan lambat, mengesot, dan merangkak, merah darah; merah hati. Menggukan kata ilmiah untuk karangan ilmiah, dan komunikasi non ilmiah (surat-meyurat, diskusi umum).
Menggunakan kata popular, misalnya: argumentasi (ilmiah), pembuktian (popular), psikologi (ilmiah), ilmu jiwa (popular).Menghindarkan penggunaan ragam lisan (pergaulan dalam bahasa tulis), misalnya: tulis, baca, kerja (bahasalisan), menulis, menuliskan, membaca, membacakan, bekerja, mengerjakan, dikejakan, (bahasa tulis).
Gaya Bahasa atau Majas
Majas atau gaya bahasa adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis. Majas adalah cara menampilkan diri dalam bahasa. gaya bahasa atau majas adalah cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan atau lisan. Kekhasan dari gaya bahasa ini terletak pada pemilihan kata-katanya yang tidak secara langsung menyatakan makna yang sebenarnya. Sedangkan menurut Tarigan bahwa majas adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis.
Unsur kebahasaan antara lain: pilihan kata, frase, klausa, dan kalimat.
Menurut Goris Keraf, sebuah majas dikatakan baik bila mengandung tiga dasar, yaitu: kejujuran,sopan santun, dan menarik.
Berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa membahas tentang kata mana yang paling tepat dan sesuai untuk posisi-posisi tertentu dalam kalimat, serta tepat tidaknya penggunaan kata-kata dilihat dari lapisan pemakaian bahasa dalam masyarakat. Dengan kata lain, gaya bahasa itu ada untuk menyesuaikan ketepatan dan kesesuaian dalam menghadapi situasi-situasi tertentu. Dalam bahasa standar (bahasa baku) dapatlah dibedakan menjadi :
Gaya Bahasa Resmi
Gaya bahasa resmi adalah gaya bahasa dalam bentuknya yang lengkap, gaya yang dipergunakan dalam kesempatan-kesempatan resmi, gaya yang dipergunakan oleh mereka yang diharapkan mempergunakannya dengan baik dan terpelihara. Gaya bahasa resmi biasa kita jumpai dalam penyampaian amanat kepresidenan, berita negara, khotbah-khotbah mimbar, tajuk rencana, pidato-pidato yang penting, artikel-artikel yang serius atau esai yang memuat subyej-subyek yang penting, semuanya dibawakan dengan gaya bahasa resmi.
Contoh dalam pembukaan UUD 1945,
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan ini ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan bangsa Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagai dengan seelamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan  Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. ...(selanjutnya)
Gaya Bahasa Tak Resmi
Gaya bahasa tak resmi  juga merupakan gaya bahasa yang dipergunakan dalam bahasa standar, khususnya dalam kesempatan-kesempatan yang tidak formal atau kurang formal. Gaya bahasa ini biasanya dipergunakan dalam karya-karya tulis, buku-buku pegangan, artikel-artikel mingguan atau bulanan yang baik, dalam perkuliahan, dan sebagainya. Singkatnya gaya bahasa tak resmi adalah gaya bahasa yang umum dan normal bagi kaum terpelajar. Contoh :
Sumpah pemuda yang dicetuskan pada tanggal 28 Oktober 1928 adalah peristiwa nasional, yang mengandung benih nasionalisme. Sumpah Pemuda dicetuskan pada zaman penjajahan. Nasionalisme pada zaman penjajahan mempunyai watak khusus yakni anti penjajahan. Peringatan kepad Sumpah Pemuda sewajarnya berupa usaha merealisasikan gagasan-gagasan Sumpah Pemuda.
Gaya Bahasa Percakapan
Dalam gaya bahasa percakapan, pilihan katanya adalah kata-kata populer dan kata-kata percakapan. Kalau dibandingkan dengan gaya bahasa resmi dan tak resmi, maka gaya bahasa percakapan ini dapat diumpamakan sebagai bahasa dalam pakaian sport. Itu berarti bahasanya masih lengkap untuk suatu kesempatan, dan masih dibentuk menurut kebiasaan-kebiasaan, tetapi kebiasaan ini agak longgar bila dibandingkan dengan kebiasaan pada gaya bahasa resmi dan tak resmi.
Majas Perbandingan
Perbandingan atau perumpamaan, atau simile, ialah bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding seperti: bagai, bak, sebagai, seperti, semisal, seumpama, laksana, sepantun, penaka, se, dan kata-kata pembanding lainnya. 
Contoh: sebagai kilat nyinar di kalbu.
Personifikasi
Majas yang melukiskan suatu benda dengan memberikan sifat-sifat manusia kepada benda-benda mati sehingga seolah-olah mempunyai sifat seperti manusia/benda hidup.
Contoh : Baru tiga km berjalan mobilnya sudah batuk-batuk.
Metafora
Majas ini semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung. Metafora ini menyatakan sesuatu sebagai hal yang sama atau seharga dengan hal lainnya, yang sesungguhnya tidak sama.
Contoh : Raja siang telah pergi ke peraduannya. Bumi ini perempuan jalang.
Hiperbola 
Majas yang memperlihatkan sesuatu yang berlebih-lebihan jumlahnya, ukurannya, atau sifatnya.
Contoh: Tiga tahun telah berlalu sejak meninggalnya kekasihku, namun tak sedetik pun wajahnya hilang dari ingatanku.
Metonimia 
Metonimi dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan bahasa kiasan pengganti nama. Majas ini berupa penggunaan atribut sebuah objek atau penggunaan sesuatu yang sangat dekat berhubungan dengannya untuk mengganti objek tersebut.
Contoh: tongkat kerajaan dan mahkota harus runtuh. Klakson dan lonceng bunyi bergilir.
Sinekdoke 
Pars Pro Toto
Majas sinekdoke yang melukiskan sebagian tetapi yang dimaksud seluruhnya. Contoh : kupanjat dinding dan hati wanita.
Totem Pro Parte
Majas sinekdoke yang melukiskan keseluruhan tetapi yang dimaksud sebagian. Contoh : Kaum wanita memperingati hari Kartini.

 Ironi
Majas yang menyatakan makna yang bertentangan dengan maksud untuk menyindir. Contoh: Kamu baru bangun, baru pukul sepuluh pagi. Bersihnya kamar ini, puntung rokok dimana-mana. 

Idiom dan Ungkapan Idiomatik
Pengertian Idiom
Idiom adalah ungkapan bahasa yang artinya tidak secara langsung di jabarkan. Setiap kata yang membentuk idiom berarati di dalam nya sudah ada kesatuan bentuk dan makna. 
Meski dengan perinsip ekonomi bahasa pun, salah satu unsurnya tidak boleh di hilang kan. Setiap idiom sudah terpatri sedemikian rupa sehingga para pemakai bahasa mau tidak mau harus tunduk pada aturan pemakainnya. Sebagian besar idiom yang berupa kelompok kata, misalnya gulung tikar, adu domba dan muka tembok. Kelompok kata tersebut tidak boleh dipertukarkan susunan nya menjadi : tikar gulung, domba adu, dan tembok muka. Karena ketiga kelompok kata yang terakhir itu bukan idiom. Contoh lain : 
Banting tulang : kerja keras.
Gulung tikar : bangkrut.
Angkat kaki : pergi.
Naik pitam : marah.
Buah bibir : topik pembicaraan.
Contoh dengan kalimat :
Mereka sudah banyak makan garam dalam hal itu. (banyak pengalaman).
Hati-hati terhadapnya, ia terkenal si panjang tangan. (suka mencuri).
Jeng Sri memang tinggi hati.(sombong).
Karena ucapan orang itu, Waluyo naik darah.(marah)
Ungkapan Idiomatik
Di bawah tingkatan idiom ada pasangan kata yang selalu muncul bersama sebagaifrasa. Misalnya Kelompok kata bertemudengan dan dibacakan oleh, kelompok kata ini bukan lah idiom tetapi berprilaku idiom. Pasangan kelompok kata seperti ini disebut ungkapan idiomatik.
Kedua contoh kata di awal ini belum beraroma idiomatis karna tidak berisi ungkapan idiomatik.
Polisi bertemu maling 
Berita selengkapnya dibacakan Budi.
Dengan alasan contoh 1 dan 2 tetap salah karna terasa timpang. Pembetulan nya tidak lain adalah dengan cara menepatkan pasangan serasi , bagi kata “bertemu yaitu dengan” dan bagi kata “dibacakanyaitu oleh”. Sehingga menjadi kata :
Polisi bertemu dengan maling.
Berita selengkapnya dibacakan oleh Budi
Jadi, dalam pemakaian bahasa adakalanya kita perlu memperhatikan frasa tertentu, dalam hal ini kata yang berpasangan tetap karna kedua kata itu secara bersama dalam menciptakan idiomatik.

Kamus Sebagai Sumber Diksi
Macam-macam Kamus
Kamus merupakan sebuah buku referensi yang memuat daftar kosakata yang terdapat dalam sebuah bahasa, yang disusun secara alfabetis disertai keterangan bagaimana menggunakan kata itu. Kamus dibedakan menurut luas lingkup isinya, yang sebenarnya merupakan varian dari kamus khusus; ada kamus istilah, ada kamus eka bahasa, kamus dwi bahasa, dan ada kamus multibahasa. Dilihat dari sifatnya ada kamus standar, dan ada kamus non-standar.
Kamus umum adalah kamus yang memuat segala macam topik yang ada dalam sebuah bahasa.
Kamus khusus/istilah adalah kamus yanag hanya memuat kata-kata dari suatu bidang tertentu.
Kamus ekabahasa merupakan kamus mengenai suatu bahasa tertentu.
Kamus dwi/multi bahasa merupakan kamus yang memuat dua bahasa dan banyak bahasa.
Kamus Standar merupakan kamus yang diakui dan memuat kata yang standar dalam dalam suatu bahasa.
Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI) sekarang KBBI Kamus Besar Bahasa Indonesianadalah kamus umum yang ekabahasa dan bersifat standar.
Sifat Kamus
Setiap penyusun kamus/leksikograf, mencatat kata-kata yang dijumpainya hanya sampai saat sebelum kamus itu diterbitkan. Yang dimaksud dengan ”sampai saat sebelum kamus itu diterbitkan” adalah bukan pada waktu kamus itu dikeluarkan dari percetakan, tetapi pada waktu kamus itu mulai diketik sebagai sebuah naskah dan kemudian dikirim ke penerbit. Pengetikan itu sendiri sudah memerlukan waktu yang tidak sedikit. Belum lagi urusan-urusan lain antara pihak penerbit dan pihak percetakan. Semua ini memakan waktu yang cukup lama. Sementara itu, kata-kata baru tetap bermunculan dalam bahasa, di samping ada kata-kata mengalami perluasan makna. Leksikograf hanya mencatat kata-kata secara konservatif, sehingga pada saat kamus itu muncul dalam masyarakat, ia sudah ketinggalan jaman.
Susunan Kamus
Bagian Pendahuluan
Biasanya sebelum daftar kata yang menjadi inti kamus itu, terdapat bagian Pendahuluan yang memuat keterangan tentang cara menggunakan kamus itu. Kamus Umum Bahasa Indonesia misalnya dalam bagian pendahulian memuat hal-hal berikut:
Keterangan mengenai abjad dan ejaan.
Keterangan mengenai perbendaharaan kata.
Keterangan mengenai batasan kata dan keterangan lainnya.
Tentang susunan dan urutan kata yang diterangkan
Tanda-tanda yang dipakai; dan
Kependekan atau singkatan-singkatan yang dipergunakan.
Unsur-unsur atau pokok-pokok mana yang perlu dimasukkan dalam bagian pendahuluan ini, tergantung dari pertimbangan penyusun dan kebutuhan tiap bahasa.
Isi Kamus
Isi kamus merupakan bagian yang terpenting dari sebuah kamus. Isi kamus terdiri dari daftar kata yang disusun menurut urutan abjad, disertai keterangannya. Kamus Besar Bahasa Indonesia, misalnya, mempergunakan abjad Latin, yaitu: a, b, c, d, e, f, g, h, i, j, k, l, m, n, o, p, q, r, s, t, u, v, w, x, y, z. Dengan demikian beberapa fonem tidak diberi status tersendiri tetapi dimasukkan dimasukkan dalam huruf awal yang digunakannya, misalnya: ny, ng dimasukkan dalam huruf ny ng dimasukkan dalam huruf n, dan kh dimasukkan dalam huruf k.
Bagian Pelengkap
Di samping pokok-pokok di atas yang biasa terdapat dlam sebuah kamus, kamus yang baik biasanya menambahakan suatu bagian pelengkap. Bagian ini terdiri dari Kata dan Frasa asing, Tokoh Mitologis dan Literer, Tokoh terkenal dan Nama Geografis, dan Hal-hal lain yang dianggap perlu.
Tokoh mitologis dan literer (kesusastraan) yang terkenal dapat dimasukkan juga dalam daftar kata umum (Isi Kamus). Tetapi dapat juga dimasukkan dalam bagian pelengkap. Sebuah kamus yang baik dan lengkap pasti akan memasukkan pokok-pokok ini, terutama tokoh-tokoh yang melambangkan perwatakan.
Isi Kamus
Ejaan
Tiap kata yang tercatat dalam kamus itu sekaligus merupakan ejaan yang berlaku bagi kata itu. Sehingga siapa pun yang ragu-ragu bagaimana menuliskan kata itu, hendaknya membuka kembali sebuah kamus untuk mendapatkan kepastian mengenai ejaan itu. Kata anjing misalnya, walaupun diucapkan an-ny-jing ditulis anjing. Demikian juga kata-kata seperti cincang, pincang, janji, dan sebagainya. Dalam beberapa hal terdapat dua bentuk untuk sebuah kata yang sama. Dalam hal ini kedua bentuk dicatat dalam kamus, dengan catatan dari yang lain:liwat—lewat, nasihat—nasehat, kukuh—kokoh, kurban—korban, hafal—hapal, afal—apal, dan sebagainya. Bagi sebuah kamus umum bahasa Indonesia, persoalan ekaan mungkin tidak membawa akibat yang besar , karena antara tulisan dan ucapan boleh dikatakan tak ada perbedaan dalam cara menuliskannya. Dalam bahasa Inggris, persoalan ejaan adalah hal yang sangat penting, mengingat perbedaan yang sangat besar antara tulisan dan ucapannya. Dalam bahasa Indonesia masih dijumpai di sana-sini kesulitan tertentu pada kata-kata yang homograf akibat adanya ejaan yang sama bagi bunyi /ė/ dan /e/.
Suku Kata
Suku kata adalah bagian dari sebuah kata yang membentuk suatu kesatuan puncak kenyaringan. Kecuali kata-kata yang monosilabis (yaitu kata-kata yang terdiri dari satu suku kata saja: mas, las, khas, bab, dan sebagainya) suku kata sama sekali tidak mengandung pengertian. Walaupun demikian, suku kata sangat penting untuk diketahui setiap bagian-bagiannya, khususnya pada akhir sebuah baris. Dalam tulisan harus diadakan pemisahan suku kata itu dengan cermat.
Aksen
Keterangan lain yang dapat diperoleh dalam sebuah kamus adalah tekanan atau aksen kata. Agar sebuah kata dapat diucapkan dengan benar, maka kata-kata dalam sebuah kamus dapat diberi tanda-tanda tekanan pada suku-suku kata yang patut mendapatkan tekanan. Bahasa-bahasa yang memiliki tekanan membedakan empat macam tekanan, yaitu tekanan paling keras (accent aigu), tekanan keras (accent grave). Tekanan lembut (accent circonflex), dan tekanan paling lembut (accent breve).
Kapitalisasi
Huruf-huruf kapital atau huruf besar dalam sebuah kamus bukan saja dipergunakan untuk kata-kata kepala yang perlu mendapatkan huruf kapital tetapi juga huruf awal baik dari kata dasarnya maupun unsur tambahan yang ditempatkan pada awalkata itu. Misalnya sebagai kata nama kata-kata berikut ditulis dengan huruf kapital: Pla’tonism, Cam;brian. Kata turunan yang mempergunakan kata-kata tadi sebagai kata dasar tetap mempergunakan huruf kapital, baik pada unsur tambahan maupun pada unsur dasarnya Neo’ Pla’tonism, Pre’-Cam’brian, dan sebagainya.
Ucapan
Cara mengucapkan sebuah kata, sebagai telah disinggung di atas, dapat pula dimasukkan dalam sebuah kamus. Gunanya jelas, yaitu membantu para pemakai agar dapat mengucapkan sebuah kata dengan benar dan tepat. Keterangan mengenai ucapan (kalau ada) langsung ditempatkan di belakang kata yang bersangkutan.
Kelas Kata
Agas setiap pemakai kamus segera mengetahui apa kelas sebuah kata, maka sesudah keterangan mengenai ucapan, tercantumlah pula keterangan mengenai kelas katanya. Dalam kamus-kamus bahasa Inggris misalnya dicantumkan singkatan-singkatan seperti v. yang berarti verb atau kata kerja; verb ini biasanya dibedakan lg menjadi v.t. singkatan dari verb transitive atau kata kerja transitif, v.i singkatan dariverb intransitive atau kata kerja intransitif. Singkatan lain yang biasa dipergunakan untuk menunjukkan kelas kata
n             : Noun (kata benda)
ad.          : Adjective (kata sifat)
adv.         : Adverb (kata keterangan)
prep.       : Prepisition (kata depan)
conj.        : Conjunction (kata sambung)
Etimologi
Kamus yang baik menyertakan pula keterangan tentang asal-usul katanya atau entimologinya, bila hal itu memang ada. Agaknya kebanyakaan dari kita menganggap bahwa asal-usul kata itu tidak perlu diketahui; yang perlu ialah mengetahui arti kata yang berlaku dewasa ini. Walaupun anggapan ini tidak dapat ditolak, namun tidak dapat disangkal bahwa mengetahui asal-usul sebuah kata dengan maknanya yang dahulu, sering lebih memantapkan makna kata itu daripada sekedar menghafal arti yang sekarang. Bahasa Indonesia banyak menerima dari kata asing misalnya dari bahasa Sansekerta dan bahasa Arab.
Definisi
Inti dari sebuah kamus adalah memberikan batas pengertian atau definisi sebuah kata. Pengertian batasan atau definisi di sini tidak dapat diartikan secara formal, tetapi dibuat secara singkat dan sederhana. Karena arti kata sering mengalami perubahan atau pergeseran, maka sesudah diberi pengertian yang sentral, disertai pula pengertian turunan atau atau arti yang sudah bergeser itu. Ada kata-kata yang tidak dapat dibatasi dalam perngertian tunggal, tetapi ada sejumlah pengertian yang diberikan polisemi. Semua makna yang secara potensial dimiliki oleh sbuah kata disebut makna potensial, misalnya tata nilai mempunyai makna potensial (1) harga (2) harga sesuatu (3) angka kepandaian (4) kadar, mutu (5) sifat-sifat penting  atau berguna bagi kemanusiaan.
Sinonim
Kata sinonimi adalah kata-kata yang sama artinya. Kata Dan Frasa Asing. Dalam tata cara dan kehidupan ilmiah sering kali ada kata-kata asing disisipkan ditengah-tengah kalimat yang mempergunakan bahasa lain.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kreativitas dalam memilih kata merupakan kunci utama pengarang dalam menulis gagasan atau ungkapan. Penguasaan dalam pengolahan kata juga merupakan kunci utama dalam menghasilkan tulisan yang indah, dapat dibaca serta ide yang ingin disampaikan penulis dapat dipahami dengan baik.
Kata yang tepat akan membantu seseorang mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin disampaikannya baik secara lisan maupun dengan tulisan. Pemilihan kata juga harus sesuai dengan situasi kondisi dan tempat penggunaan kata–kata itu. Pembentukan kata atau istilah adalah kata yang mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan atau sifat yang khas dalam bidang tertentu.
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa diksi mempunyai persamaan yaitu sama-sama penulis ingin menyampaikan sesuatu di hasil karya tulisannya dengan maksud agar pembaca dapat memahami maksud dan tujuan penulis.

Kritik dan Saran
Penulis menyarankan kepada semua pembaca untuk mempelajari pengolahan kata dalam membuat kalimat. Dengan mempelajari diksi diharapkan  mahasiswa dan mahasiswi memiliki ketetapan dalam menyampaikan dan menyusun suatu gagasan agar yang disampaikan mudah dipahami dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Hidayatullah. 2013. Makalah Bahasa Indonesia: Diksi. Hidayatullahahmad. wordpress.com/2013/03. Diakses 8 Mei 2018.
Amran, Tasai. 2010 Cermat Berbahasa Indonesia. (Jakarta :CV Akademika Pressindo.
Jannati, Dewi. 2016. Makalah Diksi atau Pemilihan Kata. Dewijannati. Blogspot.com /2016/04. Diakses 8 Mei 2018.
Rezky. 2013. Makalah Diksi. Rezkiiqkye.blogspot.com/2013/01. Diakses 8 Mei 2018.
Sugono, Dendy. 2003.  Buku Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa

Comments

Popular posts from this blog

METODE PEMBELAJARAN MENYIMAK

Pantun daerah padang guci

APRESIASI PROSA FIKSI